Membentuk Kawah Raksasa, Menimbun 11 Warga
PENGANTAR REDAKSI:
Gempa bumi yang melanda wilayah dataran tinggi Gaya, Selasa (2/7) lalu, banyak menyisakan cerita duka. Wartawan Serambi, Ansari Hasyim, coba mengungkap berbagai cerita duka tersebut langsung dari lokasi bencana, di Aceh Tengah dan Bener Meriah, dalam tiga laporannya yang mulai kami turunkan edisi ini.
* * *
SEREMPAH, desa di kaki bukit itu kini hanya tinggal kenangan. Gempa berkekuatan 6,2 skala richter yang menguncang Aceh Tengah dan Bener Meriah Selasa (2/7) lalu telah melenyapkannya dari peta bumi. Tragedi kemanusiaan di Serempah menyisakan duka mendalam bagi penduduk setempat. Belasan rumah, harta benda, dan fasilitas publik hilang tak berjejak tertimbun longsoran tanah.
Longsoran itu membentuk kawah raksasa berdiameter sekitar 500 meter persegi dengan kedalaman sekitar 100 meter. Bila dilihat dari atas bukit, persis menyerupai lokasi meteor jatuh dari langit. Tidak hanya rumah, di dasar tanah bekas runtuhnya Serempah terdapat 11 warga tertimbun. “Baru empat orang yang sudah ditemukan. Tujuh lainnya masih dalam pencarian,” kata Marzuki (35), seorang warga yang ditemui Serambi di lokasi, Sabtu (6/7).
Desa Serempah terletak di Kecamatan Ketol, Aceh Tengah. Di sini kanan dan kiri diapit tebing dan bebukitan terjal. Di bawahnya mengalir sebuah sungai dengan air yang jernih sebagai sumber kehidupan warga. Pascagempa, sungai itu kini telah menguning karena tertimbun tanah yang runtuh dari tebing. Tanah pebukitan tersebut begitu mudah runtuh bila ada getaran gempa, karena konturnya yang labil, gembur, dan nyaris tak mengandung bebatuan.
Serambi yang memasuki Desa Serempah, Sabtu (6/7) siang, juga menyaksikan sepanjangan jalan sebelah kanan dengan radius sekitar 500 meter masih terlihat abu berterbangan dari dinding tebing dan bukit. Ini menandakan, tebing dengan kontur tanah yang labil itu diperkirakan kembali runtuh bila gempa susulan terjadi. Tampak juga pohon-pohon berukuran besar dan tinggi tumbang dan miring karena dihantam tanah yang longsor dari tebing saat gempa terjadi.
Pemandangan lebih miris, warga Serempah kini telah menjauh dari desa kelahirannya. Nyaris tidak ada warga yang berani tinggal lagi di tanah yang tersisa dalam desa itu. Selain kondisinya sudah rusak, wilayah di atas pebukitan mulai retak dan sesekali dapat mengancam jiwa warga. “Warga sudah tak berani lagi tinggal di sini. Sebab, tanah di kawasan ini sepertinya sudah tidak kuat lagi menahan goncangan. Sekarang kami mengungsi di Kutagelime,” kata Marzuki.
Desa Serempah kini hanya bisa dilewati oleh kalangan tertentu saja. Upaya ini dilakukan demi keamanan, karena lokasi Serempah sudah tidak stabil lagi dan sewaktu-waktu dapat mengancam jiwa. Akses menuju Serempah hanya diperbolehkan untuk wartawan, tim relawan, aparat keamanan yang hingga kemarin masih melakukan proses pencarian tujuh warga yang masih tertimbun di dasar longsoran.
Selain itu, akses masuk ke Serempah, tepatnya di perbatasan Desa Bah, Kecamatan Ketol, hanya diberikan kepada warga dan saudara keluarga korban yang ingin melihat kondisi rumah. Tragedi di Serempah ini juga banyak menyedot perhatian warga yang hanya sekadar datang untuk melihat dan memastikan, apakah ada kerabat atau sanak keluarganya yang jadi korban.
Peristiwa runtuhnya Desa Serempah ke dasar bukit juga menutup akses menuju beberapa desa lainnya, yaitu Kukuyang, Bugara, Simpang Tiga dan Berawang Gajah. Serempah dihuni sekitar 74 kepala keluarga. Mayoritas penduduk setempat adalah petani dan peladang. Bagian tanah yang amblas ke dasar bukit terdapat fasilitas publik seperti Polindes dan belasan rumah.
Menurut keterangan warga setempat, rumah-rumah yang amblas tersebut milik Syamsudin, Arman (kepala desa), Selamat (sekeretaris desa), Dahlan, Mukmin, Aman Lida, Aman Kurnia, Daud Bereh, Abdul Wahab, Aman Pardi, Karya dan Rubiah. Untuk mencapai Serempah dapat ditempuh sekitar satu jam perjalanan dari Takengon. Namun jalan menuju ke sana tidak dapat diakses karena masih ditutupi longsoran.
Warga yang hendak ke Serempah harus melalui jalan ke mengitari Bukit Sama (Jalan Bireuen-Tekengon) di Kabupaten Bener Meriah dengan waktu tempuh sekitar dua 2,5 jam perjalanan. Kini, jika kita melewati lintasan ini, tampak sejumlah warga termasuk anak-anak mengulurkan kotak sumbangan kepada pengguna jalan. Bekas longsoran bukit dan jalanan yang retak dapat dengan mudah ditemui. Medan semakin berat terasa saat memasuki perbatasan Aceh Tengah-Bener Meriah.
Kondisi jalan tersebut banyak yang rusak, menanjak dan berdebu. Tak jauh setelah memasuki wilayah perbatasan kondisi kerusakan parah mulai terlihat. Rumah-rumah banyak rubuh, retak dan beberapa di antara pemilik mendirikan tenda. Serambi berhasil masuk ke Serempah sekitar pukul 13.30 wib. Truk tentara mulai terlihat hilir mudik keluar masuk Serempah, termasuk para relawan, dan ambulans terparkir siaga. Tepat di lokasi amburuknya Desa Serempah ke dasar bukit masih terus menjadi fokus relawan Basarnas mencari tujuh korban yang masih hilang tertimbun longsor.
(bersambung)
Diterbitkan Harian Serambi Indonesia Minggu, 7 Juli 2013